"Bismillahirrahmanirrahim...Setiap niat baik, sebaiknya selalu dimulai dengan awalan yang baik, upayakan dengan cara terbaik dan perkara hasil serahkan kepada Allah Yang Maha Sempurna..Begitulah tuntunan para sahabat yang bersumber langsung dari sahabatnya para sahabat yaitu Nabi Muhammad SAW. "
Bisnis Abe

18/06/09

KOLEKTIFITAS YANG TER(DI)LUPAKAN

Komentar terhadap artikel yang dimuat Kompas Jatim, Senin, 20 april 2009, oleh Bagong Suyanto tentang ancaman PHK di Jatim.

Dalam artikel tersebut, Suyanto memprediksi akan meningkatnya PHK para pekerja di Jawa Timur (Jatim) sampai akhir tahun ini akibat belum ada tanda-tanda membaiknya ekonomi paska krisis global. Prediksi dari berbagai pakar ekonomi pun bernada sama. Beberapa program telah digulirkan. Namun menurut Suyanto program yang digulirkan masih bersifat instan, pengedepanan produksi dari pada distribusi kesejahteraan dan cenderung mempenetrasikan teknologi dengan dalih pembangunan demi melancarkan produksi.

Melalui masalah tersebut, Suyanto menggagas tiga tawaran solusi yaitu pertama melalui program pemerintah maupun program multiplier effect dari investasi swasta. Kedua, meningkatkan kualitas pencari kerja dan TKI/TKW agar lebih berdaya dalam kebutuhan pasar bebas. Ketiga, bantuan khusus bagi sektor industri kecil, sektor informal dan sektor perdagangan tradisional. Nampaklah sudah tawaran Suyanto yang berpretensi mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya dengan melupakan modal sosial masyarakat Jatim.

Ada yang aneh dalam solusi yang ditawarkan Suyanto, yaitu masalah pekerja di Jatim yang berporos pada pemerintah dan selanjutnya disosolusikan dengan poros pemerintahan pula. Ini Blunder. Tentunya sedikit menghilangkan nilai kemuliaan seorang akademisi dalam merespon lingkungan dan permasalahannya.

Akar permasalahan Jatim, menurut saya adalah individualisme yang akut sebagai akibat dari tekanan ekonomi dan pendapatan pas-pasan para pekerja. Padahal modal sosial masyarakat Jatim yang sudah ada secara turun temurun adalah kolektifitas yang terpendam dalam kesadaran --meminjam istilah Cliford Geertz- kaum abangan dan santri. Abangan mewarisi Nasionalisme Soekarno, dan Santri mewarisi kultur NU. Jika dilihat dari situ bukanlah modal kapital yang menjadi tujuan gerak ekonomi masyarakat kita. Bukankah untuk melangkah ke depan harus keluar dari kotak dan kotak itu adalah industrialisasi yang melulu kerja dan gaji tetap bagi pekerja.

Kolektifitas

Semboyan "mangan gak mangan asal sing penting ngumpul" (Makan tidak makan, asal kumpul) menyiratkan semangat gotong royong melalui kepemilikan bersama dalam menggerakkan ekonomi. Contoh kepemilikan bersama berupa sampan dan kail masyarakat pesisir pantura dan Madura. Kepemilikan kolektif ini terbukti mengurangi resiko kerugian saat terjadi krisis, naiknya harga BBM dan musim sepi ikan.

Belum lagi kolektifitas para petani di desa yang mewujud dalam upacara pesta panen raya. Seolah sudah bersepakat, panen selesai segenap petani desa berkumpul membawa makanan ke Balai Desa atau Surau untuk dinikmati bersama-sama. Petani yang hasil panennya baik maupun buruk melebur jadi satu dalam pesta panen raya, makan dalam satu tempat, satu waktu dan satu wujud ekspresi bersyukur. Pejabat desa, pamong dan tokoh masyarakat tidak ada beda di dalam pesta itu.

Bersepakat dengan Fukuyama bahwa berbagai jenis pranata atau kelembagaan sosial merupakan unsur dari modal sosial yang dimiliki oleh suatu masyarakat, di samping sistem nilai, seperti etika sosial dan etika penghormatan sosial, etos kerja, saling percaya, jaringan-jaringan hubungan sosial, sistem pembagian kerja secara seksual, dan unsur kebudayaan yang lain.(Fukuyama, 2002). Modal sosial berupa kolektifitas akan siap bersaing di pasar bebas.

Korban-korban PHK sebagai korban dari system kerja kontrak dan pemutusan sepihak tentu butuh bantuan. Pemerintah tidak bisa berlepas tangan, tetapi juga kurang tepat jika beban berlebihan diberikan pada pemerintah. Sebab pemerintahan hari ini masih bergantung pada investor dan pinjaman asing. Sehingga apabila sirkulasi hutang asing terus digenjot dengan dalih kebutuhan masyarakat, ini bukan solusi strategis bervisi jangka panjang, tetapi sekedar menutup kebutuhan hari ini dengan mengorbankan masa depan dengan hutang yang menggunung.

Ibarat kata, lebih baik memberi kail dari pada ikan, lebih baik memberi modal usaha dari pada hasil. Semangat inilah yang terus digalakkan. Ya, modal dalam bahasa Adam Smith adalah Kapital. Tetapi arti ini kurang tepat jika menjadi maindstream pemegang kebijakan dan masyarakat Jatim. Sebab Jatim dalam kulturnya memiki modal kolektifitas yang tidak boleh ter(di)lupakan begitu saja. Kolektifitas dalam kebersahajaan, tepo seliro dan keuletan lah modal utama kebangkitan masyarakat Jatim.

Satu sample masyarakat pesisir di atas misalnya, mereka adalah para nelayan yang relatif sulit memiliki kapal sendiri. Dengan memanfaatkan modal sosial berupa kolektifitas, ketidakpemilikan perahu dan mahalnya biaya oprasional melaut bisa diatasi. Pembagian beban, tanggung jawab dan mencapai kesejahteraan secara bersama-sama bergerak mengikuti gerak perekonomian masyarakat pesisir.

Modal sosial yang terbangun secara turun temurun ini tentu tidak boleh (ter)dilupakan begitu saja. Kerja kolektif semacam itu merupakan modal kebangkitan dengan model kerjasama antar pelaku ekonomi yang relevan dengan tantangan pembangunan ekomonomi kerakyatan di Jatim.

Pemerintah Jatim dibawah komando Pak De Karwo dan Gus Ipul tentunya harus banyak mengambil kebijakan di hulu dari pada muara. Satu contoh kebijakan rencana penetapan Lahan Abadi Jatim 1,7 juta hektar untuk pertanian yang harus didukung sepenuh hati oleh masyarakat Jatim. Di pesisir bisa diambil inisiatif kebijakan tegas tentang penertiban limbah-limbah pabrik, bom ikan dan penanaman hutan bakau. Sedangkan muara serahkan sepenuhnya pada ormas-ormas yang memang dekat dengan masyarakat Jatim.

Melalui modal sosial berupa kolektifitas dalam berekonomi akan membuat pemutusan kontrak kerja sebagai akibat krisi global kurang mengkhawatirkan. Kolektifitas dalam kebersahajaan, tepo seliro dan keuletan masyarakat Jatim mengkooptasi perbedaan kelas ekonomi dan sosial. Kalaupun perlu, hari buruh yang akan jatuh pada tanggal 1 Mei nanti tidak perlu unjuk raja buruh besar-besaran. Cukup kembali pada diri sendiri sebagai masyarakat Jatim yang gandrung akan kolektifitas.

18/02/09

AYO JAMA'AH DI RUANG SOSIAL


AYO JAMA’AH DI RUANG SOSIAL
Nanang Wahid Zatmiko *)


Apapun makanannya minumnya tetap diawali bismillah. Apapun perubahan positif bahan bakarnya tetap dimulai dengan jama’ah. Kalimat-kalimat tersebut memberi arti betapa pentingnya mentransformasikan nilai-nilai ketauhidan dalam setiap sendi kehidupan melalui jam’ah. Karena jam’ah terbentuk bukan karena keterpaksaan, tetapi tuntunan Al-Qur’an. Melalui kitab suci itulah cara pandang masyarakat muslim seharusnya, dimana telah memberikan manifesto kehidupan kini, disini, nanti dan dimanapun serta kapanpun.
Suasana kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat. Jika sistem nilai terbatas pada ”kini dan disini” maka upaya dan ambisinya menjadi terbatas pada ”kini dan disini” pula. Allah tetap menjanjikan kesuksesan mereka apabila menjalankan sunnatullah, tetapi kesuksesan yang terbatas pada ”kini dan disini” selanjutnya akan menjebak diri pada kejenuhan, mandek, akibat rutinitas dan akhirnya sampailah ajal. Al-Qur’an mengemukakan : Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi) maka kami segerakan baginya sekarang (di dunia) ini, apa yang kami kehendaki bagi yang kami kehendaki, kemudian kami tentukan baginya neraka jahannam. Ia akan memasuiknya dalam keadaan tercela dan terusir. (Al-Isra’ ; 18)
Al-qur’an sangat menekankan kebersamaan anggota masyarakat seperti sejarah bersama, tujuan bersama, catatan perbuatan bersama bahkan kebangkitan dan kematian bersama. Dari sini lahir gagasan amar ma’ruf nahi munkar, serta konsep fardhu kifayah dalam arti semua anggota masyarakat memikul dosa bila sebagian mereka tidak melaksanakan kewajiban tertentu.
Meskipun Al-Qur’an menisbatkan watak, kepribadian, kesadaran, kehidupan dan kematian kepala masyarakat, namun Al-Qur’an tetap mengakui peranan individu agar setiap orang bertanggungjawab pada diri dan masyarakat. Kisah keberhasilan rasul, pembesar-besar suatu kaum yang diceritakan al-qur’an maupun dikabarkan antar generasi tentang keberhasilan individu membangun masyarkat dan menentang kebejatan sangat banyak. Keberhasilan mereka pun berdasarkan satu hukum kemasyarakatan yang pasti yang ditopang seluruh anggota masyarakatnya.
Dalam Al-Qur’an sarat dengan uraian tentang hukum yang mengatur lahir, tumbuh dan runtuhnya masyarakat. Sebagian diantaranya tersebut di atas adalah hukum kemasyarakatan yang pasti, tidak berbeda dengan hukum-hukum alam atau bisa dinamakan sunnatullah. Berulang kali dinyatakan dalam Al-Qur’an : ”engkau tidak akan mendapatkan perubahan terhadap sunnatullah” (al-ahzab ;62 )
Salah satu hukum kemasyarakatan yang populer dilafadkah orang meskipun tak jarang diterjemahkan dan dipahami secara keliru adalah firman Allah yang membincang hukum perubahan. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang terdapat pada (keadaan) satu kaum (masyarakat), sehingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri (sikap mental mereka). (Yusuf ; 11)
Menurut Quraish Shihab dalam buku Membumikan Al-Qur’an, dikemukakan bahwa ayat ini berbicara tentang dua macam perubahan dengan dua pelaku. Pertama, perubahan masyarakat yang pelakunya adalah Allah, dan kedua, perubahan keadaan diri manusia yang pelakunya adalah manusia. Perubahan yang dilakukan tuhan terjadi secara pasti melalui hukum kemasyarakatan yang ditetapkan, tidak patut disangkal karena tidak mengenal pembeda-bedaan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.
Ma bi anfusihim yang diterjemahkan dengan ”apa yang terdapat dalam diri mereka” terdiri dari dua unsur pokok, yaitu nilai-nilai yang dihayati dan iradah (kehendak) manusia. Perpaduan keduanya memiliki daya dorong kuat untuk perubahan atas sesuatu.
Di sini lafadh anfusihim tidak bermakna individual tetapi makna ini tertuju pada masyarakat/kelompok (Qoum) atau diri-diri mereka. Ini berarti bahwa seseorang, betapapun hebat dan briliannya, tidak dapat melakukan perubahan, kecuali setelah ia mampu mengalirkan hawa-hawa perubahan kepada sekian banyak orang, yang pada gilirannya menghasilkan gelombang, atau paling sedikit riak-riak perubahan.
Pentingnya keterikatan antara pribadi dan masyarakat, serta besarnya perhatian Al-Qur’an terhadap menjamurnya perubahan positi, diantarkan oleh ayat-ayat Al-Qur’an yang menekankan tanggung jawab perorangan dan tanggung jawab kolektif.
Tidak ada satu makhluk (berakal) pun di langit dan di bumi kecuali akan datang kepada tuhan yang maha pemurah sebagai hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam ; 93-95)
Ayat diatas adalah satu dari sekian ayat yang menekankan tanggung jawab individu. Sedangkan tanggung jawab kolektif, salah satunya tertuang dalam arti ayat berikut ini.
(di hari kemudian) kamu akan melihat setiap umat/masyarkat bertekuk lutut, setiap masyarakat diajak untuk membaca kitab amalnya (Al-Jatsyiah ; 28). Al-Qur’an juga menginformasikan bahwa setiap masyarakat mempunyai ajal. Setiap masyarakat mempunyai ajal (Al-A’arfa ; 34).
Kehancuran masyarakat atau sampai pada ajalnya tidak berarti mengakibatkan kematian seluruh anggota masyarakat, bahkan secara individual mereka tetap hidup. Kisah pengusiran Nabi Muhammad dan pengikutnya dari Makkah oleh kafir Quraish menceritakan betapa setelah 10 tahun berselang, kekuasaan, pandangan dan kebijaksanaan kafir quraisy Makkah habis dan berubah total digantikan kebijaksanaan ajaran Rasulullah yang rahmatan lil alamin.
Akhirnya, dalam misi besar di dunia dan akhirat mari kita senantiasa merapakan barisan, dalam jama’ah atau masyarakat kita agar senantiasa diridhoi Allah . Karena hanya dengna ridhonya dan mengikuti sunatullah lah kehidupan kita akan menuai keberhasilan kini, disini, nanti dan dimanapun serta kapanpun Rasa berbagi, bergandengan tangan dan tolong menolong sebagai anggota masyarakat harus kembali kita tanamkan. Pandangan-pandangan dan kebijaksanaan yang mengarahkan pada sikap individulistik harus kita berangus dengan kesukaan terhadap berjam’ah di setiap ruang dan waktu. Junjungan kita Rasulullah saw bersabda : tidaklah sempurna iman seseorang mukmin, sampai ia mengharapkan saudara muslimnya, sebagimana ia mengharapkan dirinya sendiri.


*) Anggota Balitbang PC. PMII Kota Malang.

12/02/09

BERDIKARI ALA TEATER MAHASISWA

Riuh ramai aktifitas Mahasiswa dimulai dari lingkungan akademik tak jarang menghadapi kendala pendanaan untuk mengembangkan aktifitasnya. Entah karena belitan ekonomi yang ikut membentuk pola ketergantungan atas ada tidaknya dana atau memang Ideologic-Approach salah kaprah. Tetapi tidak demikian dengan teater mahasiswa, dengan memukul rata semua teater mahasiswa, mereka berproses dengan berdiri di kaki sendiri. Sejak proses persiapan sampai saat pentas property dipersiapkan dengan berbagai macam cara yang salah satunya adalah memulung sampah.


Dengan cara berpakaian yang sama sekali tidak modis, parahnya berkesan sampah, mereka berprilaku tangguh lebih dari pada orang biasa. Hanya dengan memulung sampah-sampah pesta, kegiatan mereka tidak memiliki kendala berarti seputar pendanaan. Dengan memulung sampah pesta mereka belajar nerimo (Iklas) siap nerima keadaan apapun dan menghilangkan penyakit hati seperti sombong, egois, merendahkan orang lain. Padahal tidak jarang diantara mereka bernasab si Kaya, yang tinggal bilang A akan segera terkabul.


Pertimbangan pertama, dengan memulung sampah bisa turut serta menjaga kebersihan lingkungan. Bukankah lingkungan bersih berpengaruh pada pengembangan potensi masyarakat dan juga dapat mengurangi resiko banjir? Kedua dengan memulung sampah bisa menambah perbendaharaan saku hasil dari kantong-kantong jual beli rongsokan yang tersebar hampir di setiap Kota. Ketiga, memulung sampah mampu menghilangkan sifat-sifat egoisme, sombong dan merendahkan orang lain.


Alangkah potensilanya Berdikari (Berdiri di Kaki Sendiri) ala teater mahasiswa apabila massif menjadi pola gerakan masyarakat untuk mengentaskan ketergantungan pada pemerintah. Salah apabila sedikit masalah selalu di larikan ke atas, padahal tidak melulu kesalahan ada di atas. Tetapi bukan berarti pemerintah berleha-leha duduk di tampuk kekuasaan. Pemerintah harus lebih pro-aktif dalam memproteksi rakyat dari intervensi modal asing dan anak pianaknya.


Andai dengan sampah saja manusia Indonesia yang dikenal paling konsumtif bisa hidup, kenapa tidak mulai esok canangkan gerakan memulung sampah. Melalui momen 100 tahun kebangkitan Nasional, dari hal terkecil, setiap anak bangsa bisa ambil peran. Sekecil apapun peran itu, pasti akan menuai hasil di sekala yang lebih besar.


EVALUASI GERAKAN MAHASISWA


Bertanya, masih pantaskah mahasiswa di tahun 2009 ini dielu-elukan sebagai pengawal tegaknya kedaulatan rakyat apabila sepanjang 2008 lalu gerakan mahasiswa terseret arus anarkisme. Nada apologetik bahwa ini adalah pilihan gerakan agar sang penguasa mau mendengar aspirasi mahasiswa menyeruak. Di pihak lain, kerumunan masa memporak porandakan kantor KPUD dan kantor ormas tertentu dengan menamakan dirinya rakyat pro demokrasi atau apalah. Dua elemen berbeda, bergaya sama berujung anarkisme. Satu terdiri dari kaum intelektual kampus dan satunya lagi terdiri dari barisan sakit hati buah kompetisi politik. Wabah anarkisme ini seolah tak kunjung usai, besar kemungkinan akan memuncak kembali menjangkiti masyarakat kita 3-5 bulan pada momen RI I dan RI II.

Pergantian tahun dari 2008 ke 2009 masehi dan dari 1429 ke 1430 hijriyah harus bisa dijadikan momen evaluasi gerakan. Sudah 10 tahun lebih 6 bulan peristiwa gerakan mahasiswa 1998 berlalu, tetapi kenapa pilihan gerakan menumbangkan penguasa masih berkelanjutan. Penulis bersepakat dengan model gerakan penggulingan kekuasaan diktator orde baru di era 98, tetapi era ini masihkah ada pemimpin yang berani menjadi tiran. Saya rasa kalaupun ada, mereka sudah pupus dengan sendirinya. Faktornya tentu hampir semua pilar trias politika berjalan semestinya. Bak gayung bersambut rakyat pun mulai peduli dengan nasibnya sendiri, tidak bergantung pada pemimpinnya belum termasuk mahasiswa. .
Pilihan-pilihan gerakan mahasiswa turun jalan yang pasti berujung anarkis patut dicurigai sebagai massa ditunggangi. Dalam artian ditunggangi secara politis dan ditunggangi angkatan 1998 secara ideologis. Ditungganginya secara politis bisa dilihat dari munculnya pahlawan-pahlawan dengan mengusung simbol-simbol terentu. Akibatnya keuntungan popularitas diraih untuk menambah jumlah partisipan di dalam jejaringnya. Tunjuk hidung saja seperti anak-anak HTI, HMI, KAMMI, GMNI, SPM dan PMII tidak kalah ketinggalan.

Sedangkan gerakan mahasiswa masih ditunggangi angkatan 1998 secara ideologis bisa dilihat dari wacana apapun yang dikatakan birokrasi bohong, mahasiswa yang benar. Pemahaman itu seolah sudah menjadi apriori yang tak mudah untuk dibantah. Padahal cara pandang semacam itu harus dikritik. Dalam materi perektrutan anggota organisasi kepemudaan terus saja mentradisikan wacana lawan sebagai warisan angkatan 1998 yang bersumber pangkal marxis dan che guevara sebagai ikon. Kritik paling nyata tentu materi-materi pelatihan kepemudaan dijejali mimpi-mimpi para pemberontak yang tak berkesudahan. Bahkan condong membentuk penjajah baru dengan kemampuan hipnotis massa dalam podium.

Pengulangan sejarah menjangkiti gerakan mahasiswa di tahun 2008. mahasiswa di jakarta, sulawesi, medan, jawa timur dan ambon terdiagnosa begitu. Tidak ada beda dengan mahasiwa yang mengusung nasionalisme, demokrasi maupun islam. Semua berujung pada pembentukan tiran baru. Karena pada dasarnya berstruktur ideologi sama yakni mengekor pola 1998 yang berujung pangkal pada marx denga aksi massa-nya. Dimana saat struktur dominan dapat ditumbangkan, perlahan muncul struktur dominan baru yang menindas yang lain terus berulang dan berulang.

Tahun 2009 bulan kedua ini, semua mesti baru termasuk format dinamisasi gerakan. Tidak perlu takut untuk mendefinisikan diri sebagai kader pergerakan, karena pada setiap ciptaaan butuh akan identitas gerak. Minim atau bahkan tidak adanya gerak hanya akan mengantarkan diri pada kebekuan lantas mati. Ayo bergerak. Tangan Terkepal Dan Maju Kemuka.





Produk Bisnis Abe